Beberapa waktu yang lalu, salah seorang pakar dari kementrian kesehatan diundang untuk memberikan kuliah mengenai sistem Diagnosis Related Group, tetapi karena terjadi bencana letusan genung Merapi, maka kuliah ini terpaksa dibatalkan. Namun, hal tersebut tidak menyurutkan niat saya untuk mencari tahu apa itu DRG. Maka dari itu, pada posting kali ini saya akan membagikan informasi yang saya miliki mengenai sistem pembiayaan DRG yang saat ini sedang berusaha untuk diterapkan seoptimal mungkin di Indonesia.
Diagnosis Related Groups (DRG) adalah salah satu jenis sistem pembayaran rumahsakit yang menggunakan metode casemix. Case mix artinya sistem klasifikasi yang mengkategorisasikan pasien dalam group-group yang menggunakan sumber-sumber yang sama. Casemix diklasifikasikan berdasarkan kondisi pasien, menjadi :
- clinical homogeneity (Pasien yang mempunyai kondisi klinis yang sama)
- resource homogeneity (pasien yang menggunakan intensitas sumber-sumber yang sama untuk pengobatan/terapi)
Lalu, mengapa perlu sistem pembayaran DRG? Karena dengan sistem pembayaran ini RS dituntut lebih efisien dalam pelayanan medis kepada pasien, standar mutu pelayanan akan lebih mudah diimplementasikan karena dikaitkan dengan sistem pembayaran, dan administrasi akan lebih mudah.
Diagnosis Related Groups (DRGs) mencakup pasien rawat inap yang kondisinya akut (bukan rawat jangka panjang seperti penyakit jiwa, hemodialisis dll). Saat ini DRG sedang dikembangkan di Amerika dan di Asia baru Singapore yang mengimplementasikan. DRG di Singapore diadopsi dari Australian National Diagnosis Related Groups ( AN-DRG) Ver 3.1 menggunakan ICD-9CM diagnosis and procedure codes.
Secara mudahnya, dalam DRG, pembayaran dijatah per diagnosis (yang dipakai diagnosis akhir). Misal diagnosis akhirnya adalah appendicitis. Dalam DRG appendicitis dijatah 7 jt. Jadi segala upaya untuk menangani appendicitis tidak boleh menghabiskan dana lebih dari 7 juta. Jika lebih, maka ditanggung oleh RS / dokter yang bersangkutan.
Syarat-syarat pelaksanaan dan penetapan DRG yaitu :
- Disetujui oleh tim medis/komite medik
- Didukung sistem insentif dan disinsentif yang jelas, misal: Bila biaya riil yang dihasilkan lebih besar dari tarif “DRG”, maka dibebankan kepada dokter, tetapi bila lebih kecil, dokter berhak mendapat keuntungan
- Jumlah “DRG” sesuai dengan risiko yang ditanggung : diambil 3 – 4 diagnosis paling sering.
Secara garis besar DRG digambarkan dalam bagan sebagai berikut :
Di Indonesia, sistem DRG kurang dapat berjalan karena uang yg beredar di sistem asuransi sedikit (minimal 5% PBB) sehingga DRG bernilai rendah dan juga karena coverage asuransi rendah. So, kapan DRG bisa diterapkan di Indonesia dengan baik?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar